BBC Culture memilih 10 film terbaik yang dirilis tahun ini. Selain film-film superhero seperti Spider-Man: Into the Spider-Verse, film independen seperti Shoplifters yang memenangi Palme d'Or di Festival Film Cannes tahun ini menjadi pilihan kami.
A Quiet Place
Aktor serial The Office, John Krasinski, menulis skenario, menyutradarai sekaligus membintangi A Quite Place bersama istrinya, Emily Blunt, yang juga berperan sebagai istrinya di film ini.
A Quiet Place adalah film horor menegangkan yang menawarkan suatu konsep baru: monster alien telah memusnahkan sebagian besar umat manusia, tetapi karena mereka tak terlihat, mereka memburu buruan mereka dengan mendengar suara yang mereka buat.
Ini artinya, sang aktor utama dan istrinya serta anak-anak mereka harus berbicara dalam bahasa isyarat dan berjalan dengan kaki telanjang; bahkan cangkir yang jatuh atau tawa yang keras dapat menyebabkan kematian yang mengerikan dan secepat kilat.
Krasinski mengambil konsep film-B untuk A Quite Place dan ancaman terhadap keluarga - dengan serius. Dia terus menemukan cara baru untuk menyiksa para karakter dan penonton, tetapi mereka semua muncul secara logis dari premis dan latar belakang.
A Quiet Place membuat Anda tertawa akan kepintarannya sambil menggeliat dengan ketegangan yang konstan.
Shoplifters
Dari sudut pandang tertentu, para pahlawan dalam Shoplifter (pengutil) bukan hanya sekedar pengutil: mereka adalah penipu, penculik anak, dan lebih dari itu.
Tapi drama sosiopolitik karya Hirokazu Kore-eda, yang memenangkan Palme d'Or di Festival Film Cannes tahun ini, mengambil pandangan yang lebih simpatik.
Film ini mengisahkan tiga generasi keluarga yang penuh kasih, dipimpin oleh Osamu (Lily Franky) dan Nobuyo (Sakura Ando).
Terjepit di sebuah bungalow Tokyo yang sempit, mereka menambah penghasilan mereka dengan berbagai penipuan kecil dan pencurian, dan sementara Kore-eda tidak meromantisasi kejahatan mereka, skenarionya yang berlapis-lapis dan pemeran yang bagus menunjukkan betapa lembut dan sungguh berartinya anggota keluarga.
Akhirnya, tindakan mereka tampak perlu, bahkan heroik, dan kemalangan mereka akan membuat penonton yang berhati keras terisak.
Cold War
Film ini mendefinisikan kisah dua kekasih yang tidak dapat hidup dengan satu sama lain tetapi tidak dapat hidup tanpa satu sama lain.
Wiktor (Tomasz Kot) dan Zula (Joanna Kulig) bertemu di Polandia pada 1950-an ketika Wiktor merekrut penyanyi dan musisi untuk ansambel lagu rakyat yang disponsori negara.
Perselingkuhan mereka yang penuh gairah membawa mereka bolak-balik melintasi 'Tirai Besi', tetapi, sama menyenangkannya dengan kebahagiaan yang mereka miliki di klub-klub jazz dan gedung konser di sepanjang jalan, mereka tidak pernah cukup puas.
Film besutan sutradara Polandia, Pawel Palikowski ini didasarkan pada memori akan orang tuanya ("Mereka berdua adalah orang-orang yang kuat dan luar biasa," katanya, "tetapi sebagai pasangan mereka adalah bencana yang tidak pernah berakhir.").
Namun, lebih luas lagi, perang dingin adalah sebuah periode sejarah dan penuh akan kisah tentang kehidupan imigran.
Selain itu, tidak ada film lain tahun ini yang memiliki sinematografi hitam-putih yang menggairahkan atau sejumlah lagu yang menarik.
If Beale Street Could Talk
Film ini mengisahkan pasangan muda (Stephan James dan KiKi Layne) yang terpisah karena kemiskinan, brutalitas polisi dan rasisme yang melembaga.
Film yang diadaptasi oleh Barry Jenkins dari novel karya James Baldwin ini pula memuat polemik yang marah.Namun, sebenarnya, If Beale Street Could Talk adalah balada lembut yang memuji penyembuhan cinta yang datang dari pasangan romantis, anggota keluarga dan teman-teman.
"Saya menggali orang-orang yang saling mencintai," kata karakter Dave Franco.
"Hitam, putih, hijau, ungu, tidak masalah bagiku."
Yang lebih ajaib adalah kesan bahwa Jenkins baru saja menemukan media film. Artinya, Anda hampir bisa percaya bahwa dia tidak memiliki prasangka tentang kronologi atau warna atau suara, jadi dia telah menemukan sendiri bagaimana musik dan gambar bergerak dapat disatukan.
Dia telah membuat film yang mengawang-ngawang dan bernuansa jazz, yang tidak ada duanya.
The Favourite
Sutradara Yorgos Lanthimos mengkhususkan diri dalam visi yang keliru dari masyarakat kontemporer, seperti dalam film-filmnya: Dogtooth, The Lobster, The Killing of a Sacred Deer. Jadi, sulit membayangkan apa yang akan ia lakukan dengan drama sejarah tentang bangsawan Inggris.
The Favorite ternyata sama anehnya dengan film-filmnya yang lain, tetapi tidak satu pun di antara film-film itu yang lucu, mewah, atau menyentuh.Berlatar belakang pada awal 1700-an, ketika Ratu Anne yang sakit (Olivia Colman) bergantung pada sahabatnya Sarah (Rachel Weisz), Duchess of Marlborough, untuk bernegosiasi dengan bangsawan yang bertengkar di negara itu.
Tapi ketika sepupu Sarah yang ambisius Abigail (Emma Stone) pindah ke istana, film ini menjadi panggung untuk mereproduksi film All About Eve, dengan lebih banyak seks, muntah dan lobster.
Skenario yang ditulis oleh Deborah Davis dan Tony McNamara adalah jamuan penghinaan yang lezat; dan ketiga bintangnya layak menjadi favorit dalam ajang penghargaan.
Spider-Man: Into the Spider-Verse
Tahun ini menjadi tahun yang sensasional untuk film-film superhero, dengan film Black Panther membuka jalan bagi superhero orang Afrika, dan The Avengers: Infinity War yang mengumpulkan puluhan superhero dalam satu film.
Namun, tak satu pun dari mereka yang seistimewa Spider-Man: Into the Spider-Verse.Sebuah karya seni psikedelik pop yang memadukan animasi digital dan ilustrasi yang dilukis dengan tangan.
No comments:
Post a Comment